Namaku Minke. Orang memanggilku seperti itu. Seorang
pribumi yang baru seumur jagung. Aku sangat suka menulis dan sangat suka
menjadi seorang yang berkepribadian Eropa walau pada dasarnya aku adalah
pribumi, tepatnya seorang Jawa tulen!! Kisah yang aku tulis ini bercerita
tentang orang-orang hebat yang memberi warna dalam hidupku, dengan berbagai
intrik yang bercampur menjadi suatu kesatuan yang membuat hidupku lebih
bermakna. Tentang mama, keluarga Millema, dan tentunya seorang yang aku kasihi
Annelies sebagi istri yang aku cintai dan bunga akhir abad. Semua itu dimulai
saat aku dating ke Burderij Buitenzorg…..
(kediaman keluarga Millema)
RS: “Rob, perkenalkan ini temanku di HBS.”
RM: “oh senang bertemu anda tuan. Saya Robert
Mallema.”
M: “saya Minke. Senang bertemu anda juga.”
RM: “yaa mari masuk tuan-tuan. Oh perkenalkan ini
adikku Annelies.”
A: (tersenyum dengan hormat)
RS: “aku Robert Suurhof.”
M: “aku Minke.”
RM: “hey bagaimana kalau kita melanjutkan
perbincangan kita mengenai bola Suufhof?”
RS: “ya tentu saja.”
Suurhof dan Robert asyik berbincang mengenai bola.
A: “hey Minke. Terasa membosankan bukan? (terdiam
sejenak) Mari kita pergi saja (menarik tangan Minke)
A: “ah mama. Perkenalkan dia teman baruku Minke.”
NO: “Senang kau rupanya Annelies mempunyai teman
baru. Orang-orang biasa memanggilku Nyai Ontosoroh, tapi kau bias memanggilku
mama.”
M: “senang bertemu dengan anda Nyai eh Mama.”
NO: “jangan sungkan-sungkan Nyo. Anggaplah seperti
sumah sendiri.”
M: “terima kasih mama.”
A: (tersenyum pada mama)
“Ayo kita
jalan-jalan Minke. Aku ingin menghirup udara segar di luar.”
M: “hey Ann, pernah kau lihat gambar Sri Ratu?”
A: “Tentu saja. Dia begitu cantik. Semua wanita akan
iri melihat keanggunana dan kecantikannya.
M: “Menurutku tidak begitu. Kau lebih cantik
daripadanya Ann.”
A: (berhenti berjalan dan menatap Minke)
“Ahhh
sangat memalukan. Tapi terima kasih Minke.”
(Minke mencoba mencium Annelies. Namun Annelies
pergi pada Nyai Ontosoroh dan menceritakan mengenai apa yang terjadi barusan)
M: (datang myusul Annelies mendekati Nyai Ontosoroh)
NO: “Nyo, tidakkah anakku ini cantik?
M: (terdiam gugup) mmmm…..
NO: “sukakah kau padanya?”
M: “ya mama. Dia begitu cantik dan membuatku jatuh
cinta padanya.”
(tiba-tiba dating RS dan RM dengan muka masam)
RS: “hey Minke, mau pulang kapan kau? Banyak hal
yang harus kita lakukan buakan?”
M: “segera. Aku dan Suurhof pamit mama. Sampai
bertemu lagi Annelies.”
(M dan RS berjalan pulang)
itulah penggalan naskah yang diadopsi dari 'Tetralogi Buru' novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Bumi Manusia. Novel tersebut merupakan bagian pertama dari empat novel yang ada yakni Anak Semua Bangsa, jejak Langkah, dan Rumah Kaca.
Kesan pada saat membaca novel tersebut....jujur saya amat malas dan tidak tertarik sama sekali. Novel dengan tebal beratus-ratus halamam memang tidak pernah menaik minat saya untuk membacanya apalagi novel berbau sejarah seperti Tetralogi Buru. Saya mulai membaca novel tersebut seminggu setelah saya meminjamnya dari teman saya. Jejak Langkah adalah bagian ketiga dari Tetralogi Buru yang pertama kali saya baca. Halam pertama yang berupa kata pengantar sempat saya acuhkan dan dengan berberat hati saya mulai membaca novel tersebut. Sulit dipercaya saya membaca halaman demi halaman dan membuat saya penasaran bagaimana kelanjutan dari cerita tersebut di halaman berikutnya hingga pacar saya sempat kesal karena sms dan teteponnya tidak saya hiraukan. Saya berkesimpulan bahwa dalam membaca novel yang tebalnya beratus-ratus halam tersebut saya hanya malas untuk mengawali sesuatu yang sebenarnya sangat menarik. Itu sebabnya dari empat bagian Tetralogi Buru hanya Jejak Langkah yang saya baca :p
Saat mbak Astrid dan mbak Ambi menugaskan bahwa Tetralogi Buru harus dibuat Drama, saya dan kelompok sempat bingung karena tidak semua dari kelompok kami yang membacanya. Ide-ide sempat muncul dari teman kelompok. Akhirnya teman saya Tepong memberi ide untuk membuat drama dengan alur Flash Back. Kami diberi waktu 2 miggu sebelum pementasan dimulai. Akan tetapi kami baru membuat naskah 3 hari sebelum pementasan. Kami bekerja dalam tim dan masing-masing meberikan ide-idenya. Kami memutuska untuk membuat cerita yang diadopsi dari novel Bumi Manusia yaitu bagian pertama dari Tetralogi Buru. Kemudian kami membagai tugas untuk menyusun naskah perbabak. Bagian saya adalah membuat prolog dan epilog. Naskah akhirnya selesai dan dibagikan kepada anggota kelomok 2 hari sebelum hari pementasan tiba. Satu hari sebelum pementasan kami melakukan latihan total dan merundingkan mengenai konsep di atas panggung. Akhirnya 25 April 2013 drama kami ditampilkan di depan umum dengan saya berperan sebagai Bunda dan Nyonya, Daniek sebagai Annelies, Adib sebagai Minke, mbak Sita sebagai Nyai Ontosoroh, Ratih sebagai Maurits, Rades sebagai Robert Surhof dan Herman, dan yang terakhir Tepong (Ahmad Baihaqi) sebagai Darsam dan narator.